Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Hukum & Kriminal

Tanah Adat Diambang Kehancuran : Tujuh Wilayah Adat Moi Bangkit Lawan Proyek Raksasa di Pbd

288
×

Tanah Adat Diambang Kehancuran : Tujuh Wilayah Adat Moi Bangkit Lawan Proyek Raksasa di Pbd

Share this article
Example 468x60

Sorong,TifaPapua.net || Di tengah peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia,5 Juni 2025,gema perlawanan menggema dari Tanah Moi di Papua Barat Daya.

Baca Juga : Wabup Raja Ampat Pimpin Apel Hari Lingkungan Hidup: “Stop Polusi Plastik!”

Example 300x600

Penolakan itu disampaikan dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis (5/6/2025) di Sekretariat Belantara Papua,Jalan Puyuh Nomor 3,Kota Sorong.

Tujuh wilayah Masyarakat Hukum Adat Suku Moi,pemilik sah atas hutan,sungai,dan tanah-tanah keramat di Sorong — berdiri bersama,menyatakan penolakan total terhadap masuknya Proyek Strategis Nasional (PSN) berbasis industri kelapa sawit di wilayah adat mereka.

Bagi negara,PSN mungkin berarti investasi,pertumbuhan,dan infrastruktur.Tapi bagi masyarakat Moi,PSN adalah bencana yang mematikan,sistematis dan terorganisir.

Kalimat itu bukan sekadar retorika: ia lahir dari pengalaman panjang perampasan tanah,kehancuran hutan,pencemaran sungai,dan kekerasan atas nama pembangunan.

“Kami tidak menolak pembangunan. Tapi kami menolak pembangunan yang membunuh kami,”tegas ketua tujuh wilayah adat Moi Paulus Safisa.

Proyek yang dipersoalkan adalah rencana industri pangan terpadu berbasis sawit oleh PT Fajar Surya Persada,dengan total investasi sebesar Rp 24 triliun dan klaim penguasaan lahan hampir 100.000 hektare.

Proyek ini masuk daftar PSN yang digadang-gadang pemerintah pusat sebagai pilar ketahanan pangan nasional.

Namun di mata masyarakat Moi, proyek itu adalah bentuk baru kolonialisme ekonomi.Mereka menyebutnya sebagai penjajahan yang disponsori negara,berkedok pembangunan.

Empat perusahaan sawit besar sudah lebih dulu masuk ke Kabupaten Sorong:

PT Henrison Inti Persada (HIP) – 32.546 ha .PT Inti Kebun Sejahtera (IKSJ) – 38.000 ha.PT Inti Kebun Sawit (IKS) – 37.000 ha.PT Sorong Global Lestari (SGL) – 16.305 ha

Sebagian besar perusahaan ini berada di bawah grup konglomerasi Ciliandry Anky Abadi (CAA),yang diduga berperan besar dalam pembukaan hutan dan perampasan tanah.

“Kami hanya dibayar Rp 6.000 per hektare.Bayangkan.Lebih murah dari sebungkus mi instan,”ujar Toko intelektual George Manolo Moi.

Tak hanya harga yang tak masuk akal,dampaknya juga merusak: Sungai Klasof tercemar,dusun sagu digusur,situs adat dihancurkan. Di belakangnya,berdiri aparat bersenjata yang menjaga kepentingan korporasi.

Papua memiliki sekitar 34 juta hektare hutan tropis,rumah bagi lebih dari 271 suku dan ribuan spesies endemik. Namun alih-alih dilindungi,hutan-hutan ini justru jadi rebutan.

Data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menunjukkan, pada 2024 saja,sekitar 2,8 juta hektare wilayah adat di Papua telah dirampas,disertai intimidasi, kekerasan,bahkan kriminalisasi warga.

Berbagai regulasi seperti UU Cipta Kerja,UU Minerba,hingga UU Ibu Kota Negara,dinilai mempercepat kerusakan ini.

Bukannya memberi perlindungan,negara malah membuka jalan lebar bagi investor masuk ke tanah adat.

Seorang tokoh adat Moi menandatangani petisi penolakan Proyek Strategis Nasional di atas spanduk besar, disaksikan warga lainnya di Kabupaten Sorong.
Tokoh adat Moi menandatangani petisi penolakan proyek kelapa sawit PT Fajar Surya Persada dalam wilayah adat Moi, Kamis (5/6/2025), di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.

Sejak diberlakukan tahun 2001, Otonomi Khusus Papua diharapkan mampu menjawab ketimpangan sejarah dan memperkuat hak-hak masyarakat adat.Namun kenyataannya,Otsus belum memberikan perlindungan yang dijanjikan.

RUU Masyarakat Adat pun masih tak kunjung disahkan,membuat posisi masyarakat adat terus-menerus rentan dalam struktur hukum nasional.

Di sisi lain,praktik militerisasi wilayah adat justru meningkat.

Dalam pernyataan sikap resmi, masyarakat Moi di tujuh wilayah adat menyampaikan enam tuntutan utama :

Otsus harus menjamin perlindungan hak asasi masyarakat adat.

Pemerintah pusat menghentikan semua proyek PSN yang mengancam ruang hidup orang Papua.

Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya tidak boleh memberikan izin kepada perusahaan yang merusak hutan dan budaya lokal.

Penolakan terhadap PT Fajar Surya Persada dan proyek sawit terpadu di wilayah tanah Moi.

Penetapan wilayah adat sebagai kawasan perlindungan hutan tropis Papua.

Penghormatan terhadap hukum adat, penghentian intimidasi militer terhadap masyarakat adat.

Di berbagai belahan dunia,Hari Lingkungan Hidup Sedunia menjadi momen refleksi tentang relasi manusia dan alam.

Tapi di Papua,hari ini adalah pengingat bahwa tanah masih terus dirampas,hutan terus ditebang,dan suara masyarakat adat masih terus diabaikan.

Artikel Terkait : Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025

“Kami tidak anti pembangunan.Tapi kami ingin pembangunan yang berpihak.Bukan pembangunan yang datang dengan intimidasi,senjata, dan perusakan,”pungkas seorang tokoh perempuan Moi yang turut menandatangani pernyataan sikap.(TifaPapua.net/Resnal Umpain)

Example 300250
Example 120x600
- Copyright@2024:TifaPapua.