Manokwari, TifaPapua.net || Regulasi tentang pertambangan rakyat di Papua Barat telah diakomodasi melalui peraturan daerah khusus.
Baca Juga : PUPR Papua Barat Klarifikasi Pindah Lokasi Pembangunan Rumah Layak Huni Akibat Penolakan Penerima
Namun,implementasinya menghadapi tantangan terkait peralihan status kawasan hutan,yang menjadi prasyarat untuk menjalankan aktivitas pertambangan rakyat.
Pasalnya,Jika sektor kehutanan dan lingkungan hidup berhasil merealisasikan perubahan status kawasan hutan,Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Papua Barat,bersama pemerintah provinsi,akan melakukan survei lokasi untuk mengidentifikasi area potensial.
Langkah ini diperlukan guna menerbitkan izin Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), yang diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2020.
“Meski sudah ada peraturan daerah khusus, prosesnya tetap harus mengacu pada status kawasan hutan,”jelas Melkias Werinussa,diruang kerjanya,Senin (9/9/2024).
Hal ini menjadi perhatian utama,karena peraturan perundang-undangan tidak mengenal istilah ‘kawasan pertambangan rakyat’,melainkan‘Wilayah Pertambangan Rakyat’(WPR).
Menurut dia,WPR didefinisikan sebagai bagian wilayah pertambangan tempat dilakukannya kegiatan usaha pertambangan rakyat.
Artikel: Terkait
Implementasi Regulasi Pertambangan Rakyat di Papua Barat : Peralihan Status Hutan Jadi Tantangan : Adapun jenis pertambangan yang diizinkan dalam WPR mencakup pertambangan mineral logam,mineral bukan logam,serta batuan.
Setiap wilayah yang akan dijadikan WPR harus memenuhi kriteria sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tambang rakyat dilakukan secara manual,tanpa alat berat,dengan luas operasi terbatas.
Kegiatan ini hanya dapat dilakukan pada wilayah yang memiliki cadangan mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 meter dan luas maksimal 100 hektare.
Jenis komoditas yang dapat ditambang harus memenuhi kriteria pemanfaatan ruang dan kawasan yang diatur dalam regulasi.
Selain itu,untuk perizinan terkait pemanfaatan hasil hutan,Pergub Nomor 5 Tahun 2024 mengatur kompensasi Hak Ulayat Masyarakat Adat.
Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat yang tinggal di dalam atau sekitar areal konsesi,terutama dalam konteks pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Dengan demikian,meskipun regulasi telah tersedia, tantangan dalam peralihan status kawasan hutan menjadi faktor krusial dalam pelaksanaan pertambangan rakyat di Papua Barat.(Resnal Umpain)